KISAH
ISLAM LUKAS, PEMUDA DARI JERMAN
Oleh:
Fariq Gasim Anuz
[Bag. 1/2]
Berkenalan
dengan Lukas
Selesai shalat
maghrib dari masjid, saya dan teman-teman kembali ke kantor Jeddah Dakwah
Center. Tidak lama, masuklah ke ruang sekretariat seorang pemuda berkulit putih
dan berambut pirang. Dia memperkenalkan
diri dengan bahasa Arab yang fasih. Namanya Lukas Rothfuchs (24 tahun) berasal
dari Jerman. Baru dua hari sampai di Jeddah untuk kerja praktek selama lima
bulan di sebuah perusahaan di Jeddah. Lukas masih kuliah mengambil jurusan
ekonomi di Universitas Bremen, Jerman.
Di Jeddah, Lukas
sementara tinggal di hotel dekat kantor kami selama dua hari setelah itu akan
pindah untuk tinggal di tempat yang disediakan oleh perusahaan. Ia sedang
jalan-jalan melihat-lihat sekitar hotel lalu ia melihat kantor Islamic Center.
Ia berpikir mencari guru privat bagi
dirinya untuk belajar tahfidz Al Quran. Ia masuk dan menemui pengurus kantor.
Setelah selesai berbincang dengan pengurus kantor, saya meminta dia untuk
menceritakan tentang kisah keislamannya. Kejadian ini terjadi di hari Senin, 24
Dzul Qa'dah 1434 H / 30 September 2013 M.
Masyarakat di
Eropa Barat Menjauhi Agama
Lukas menyambut
tawaran saya dengan hangat, beliau bercerita, "Kebanyakan masyarakat di
Eropa Barat sekarang ini mereka tidak memiliki agama, mungkin di ktp mereka
beragama Kristen tapi mereka tidak percaya dengan agama mereka bahkan tidak
sedikit dari masyarakat yang atheis termasuk ayah saya meskipun di ktp tertulis
beragama kristen. Kebanyakan para orang tua yang memiliki anak memasuki usia
tiga belas tahun menyuruh anak-anak mereka ke gereja dan sekolah minggu. Mereka
bernyanyi nyanyi dan belajar agama mereka sepekan sekali selama dua tahun.
Setelah selesai dua tahun diadakan wisuda di gereja yang dihadiri oleh keluarga
besar mereka. Saat itu orang tua dan para kerabat memberi hadiah uang untuk
anak—anak mereka dan keponakan mereka. Setiap anak bisa mendapatkan 2000 sampai
3000 Euro (sekitar 30 juta sampai 45 juta Rupiah). Jumlah yang sangat besar
bagi anak-anak usia 13 sampai 15 tahun. Hampir 95 % tujuan anak-anak belajar
sekolah minggu adalah untuk mendapatkan uang saat wisuda. Mereka belajar bukan
karena cinta agama.
Agama di mata
masyarakat di Eropa Barat tidak ada wibawa. Mereka ragu dan tidak mempercayai
agama mereka. Mereka juga mengetahui bagaimana sikap gereja dahulu yang anti
terhadap ilmu pengetahuan. Mereka tidak mau didoktrin dengan sesuatu yang
berlawanan dengan logika mereka. Akhirnya masyarakat antipati terhadap semua
agama dan menggeneralisir bahwa semua agama adalah batil. Agama sumber
perpecahan dan perselisihan. Lebih-lebih terhadap Islam, digambarkan oleh mass
media bahwa Islam adalah agama yang radikal, orang muslim adalah pembunuh dan
teroris. Sebagian orientalis mereka mempelajari Islam tidak secara keseluruhan.
Atau jika mereka belajar secara keseluruhan maka mereka tidak jujur. Mereka
membawa ayat Al Quran secara sepotong-sepotong. Mereka menyebutkan ayat-ayat
jihad, bahwa Islam adalah agama kekerasan yang memerintahkan untuk membunuh
orang-orang kafir. Tapi mereka menyembunyikan mengapa jihad disyariatkan? Kapan
Jihad diperintahkan? Siapa orang kafir yang diperintahkan untuk dibunuh dan
siapa orang kafir yang diharamkan untuk dibunuh?
Meskipun
demikian sebagian masyarakat yang sering pergi ke luar negeri khususnya ke
negeri-negeri Islam meskipun untuk tujuan wisata dan rekreasi, mereka melihat
bahwa Islam adalah agama yang baik. Mereka dapat membedakan antara Islam dan
kesalahan oknum yang kebetulan mereka sebagai muslim. Termasuk ayah saya dan
keluarga saya, mereka tidak antipati terhadap Islam."
Mencari
Agama yang Hak
"Saat usia
saya tiga belas tahun, saya mulai berpikir dan bertanya kepada diri sendiri,
"Mengapa saya berada di dunia?" "Apa tujuan hidup saya?" "Alam
semesta dengan keteraturannya pasti memiliki pencipta. Kalau ada penciptanya
pastilah pencipta memerintahkan dan melarang hamba-hambaNya dengan
aturan-aturan agama".
Saya teringat
sekarang dengan firman Allah yang artinya,
"Sesungguhnya
pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang
berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang
diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi
setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang,
dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua
itu) sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang
berakal" (Surat Al Baqarah 164)
Mulailah saya
mencari agama yang benar. Karena saya di lahirkan dari keluarga Kristen Protestan
maka saya memulai mempelajari agama saya. Saya berangkat ikut sekolah minggu atas
kesadaran saya sendiri. Saya tidak mendapatkan ketenangan batin, saya tidak
puas. Saya terkadang mendebat pendeta karena ada hal-hal yang tidak bisa saya
terima seperti tentang trinitas dan lainnya. Pendeta tersebut mengatakan,
"sebenarnya Injil yang ada di tangan kita sudah tidak asli lagi. Isi injil
yang ada sekarang sekadar sebagai perumpamaan. Bahkan manusia sendiri
berasalnya dari kera bukan dari Adam seperti yang kita baca di injil." Pendeta
mengajarkan dogma, meskipun anda tidak puas tapi anda harus meyakininya. Bahkan
saya dapatkan dari mereka sebenarnya di hati mereka tidak meyakini kebenaran
injil. Saya berpikir untuk apa saya mempelajari agama sedangkan ulama nya saja
mereka meragukan isi kebenaran kitab suci mereka. Akhirnya saya berhenti
sekolah minggu meskipun belum selesai dua tahun.
Mulai saya
mempelajari agama Hindu, Budha tapi tidak logis dan tidak bisa diterima akal
saya. Saya pelajari agama yahudi ternyata agama yahudi agama rasis. Mereka
mengaku bangsa pilihan Tuhan. Sedangkan manusia yang lahir bukan dari orang
Yahudi maka tidak ada kesempatan untuk masuk surga, semuanya di neraka. Jelas
ini agama yang batil.
Saat usia saya
14 tahun saya banyak mempelajari tentang Islam dari buku-buku dan internet.
Ayah saya senang dengan sejarah dan sering mengajak saya melihat masjid-masjid
yang megah. Hati saya merasa tentram ketika melihat masjid atau ketika
memasukinya. Permadani yang terhampar di Masjid, cahaya matahari yang masuk ke
dalam masjid membuat saya mencintai masjid.
No comments:
Post a Comment